BUDIDAYA IKAN NILA MERAH ( Oreochromis niloticus red )
UNTUK SEBAGAI PANGAN BERNUTRISI TINGGI DAN PENUNJANG KECERDASAN MASYARAKAT
A. Latar Belakang
Tiap orang tertarik pada wirausaha karena adanya berbagai imbalan yang kuat. Beberapa orang tertarik khususnya pada salah satu imbalan dan yang lainnya tertarik pada berbagai kepuasan yang mungkin didapatkannya. Imbalan tersebut berupa laba dan kebebasan dalam menjalani hidup.
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik .Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti daging ikan kakap merah.
Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969.
Sentra perikanan ikan nila di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan di seluruh propinsi. Salah satunya di Danau Toba
Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut:
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Crdo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus.
Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino. Tetapi yang terdapat di danau Toba dan di lestarikan atau dibudidayakan adalah
Ikan Nila Merah pertama kali dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1981 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) di Bogor. Berdasarkan pengamatan morfologis, ikan Nila Merah yang dipelihara di sini sangat mirip dengan jenis yang terdapat di Filipina, yang memperkuat dugaan bahwa asalnya diimpor dari negara tersebut. Ikan Nila Merah mulai dipelihara luas di berbagai daerah sejak dilakukannya penelitian intensif di tahun 1981. Dinas Perikanan Sumatera Utara dalam upaya lebih mengintensifkan pemeliharaan ikan Nila Merah, melakukan kerjasama penelitian dengan Universitas Sumatera Utara untuk memetakan lokasi di Danau Toba yang cocok untuk pengembangan ikan Nila Merah dengan system karamba. Dalam klasifikasi biologi, ikan Nila Merah (Oreochromis sp) termasuk Ordo Pecho orphi, Family Cichlidae dan Genus Oreochromis. Ikan Nila Merah diyakini merupakan hasil persilangan antara spesies berwarna merah Oreochromis mosambicus honorum berasal dari Singapura dengan spesies berwarna normal Oreochromis niloticus dari Jepang. Variasi warna ikan Nila adalah kemerahan, kekuningan dan keputih-putihan (albino). Bagi orang awam akan sulit untuk membedakan antara ikan Nila (Oreochromis sp) dengan mujaer (Tilapia mossambica Peters) mengingat kemiripannya. Ikan nila mempunyai garis nyata berwarna pada badan dan ekor serta sirip punggung dan sirip dubur. Ikan Nila Merah mencapai dewasa kelamin pada umur 5 - 6 bulan dengan berat badan mencapai 400 - 600 gram. Ikan Nila jantan bisa dibedakan dari jenis betina berdasarkan sifat kelamin sekunder, yang mulai terbentuk setelah ikan berumur 28 hari. Ikan nila jantan mempunyai sisik berwarna merah gelap di bawah dagu dan perut, sedangkan jenis betina berwarna merah pucat di bagian sisik yang sama. Hidung dan rahang nila jantan melebar kebalikan dari Nila betina yang lebih meruncing. Ikan Nila Merah betina mulai siap memijah pada umur 4 bulan (berat badan 600 gram) sepanjang tahun setiap 0,5 sampai 1,5 bulan. Pada setiap kali pemijahan bisa dihasilkan sekitar 400 sampai 1000 butir telur. Hampir 70 % dari keturunan ikan Nila Merah yang dihasilkan akan berkelamin jantan. Kondisi air yang tenang akan menguntungkan bagi pertumbuhan dan pemijahan ikan Nila Merah. dalam upaya memperoleh tingkat pemijahan yang optimum, ikan Nila Merah bersifat poligami, maka nisbah kelamin dianjurkan 1 jantan untuk 2 betina pada luasan kolam 10 m2. Persyaratan kondisi lingkungan yang ideal untuk menopang kehidupan optimum bagi ikan Nila Merah adalah kandungan oksigen 3 - 5 ppm, kisaran pH 6,5 - 8,5, kisaran suhu 25 - 28 oC dengan perbedaan fluktuasi suhu harian tidak lebih dari 15 oC, kadar garam (salinitas) 0 - 10 %. B. Tujuan Adapun tujuan dari usaha budidaya ikan nila merah ini adalah: 1. Memproduksi ikan nila merah dengan lebih efektif dan efisien. 2. Memenuhi kebutuhan sumber protein hewani bagi masyarakat. 3. Menciptakan lapangan kerja. 4. Memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. C. Manfaat Sebagai sumber penyediaan protein hewani bagi masyarakat dalam hal pemenuhan gizi dan penunjang masyarakat. |
D. Persyaratan Lokasi
a) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besardan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
b) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c) Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl).
d) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Untuk di kolam dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm.
e) Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras.
f) Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8.
g) Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30 derajat C.
h) Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.
E. Pedoman Teknis Budaya
1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Kolam
Sarana berupa kolam yang perlu disediakan dalam usaha budidaya ikan nila tergantung dari sistim pemeliharaannya (sistim 1 kolam, 2 kolam dsb). Adapun jenis kolam yang umum dipergunakan dalam budidaya ikan nila antara lain:
a) Kolam pemeliharaan induk/kolam pemijahan
Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemijahan, kolam sebaiknya berupa kolam tanah yang luasnya 50-100 meter persegi dan kepadatan kolam induk hanya 2 ekor/m2. Adapun syarat kolam pemijahan adalah suhu air berkisar antara 20-22 derajat C; kedalaman air 40-60 cm; dasar kolam sebaiknya berpasir.
b) Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan
Luas kolam tidak lebih dari 50-100 meter persegi. Kedalaman air kolam antara 30-50 cm. Kepadatan sebaiknya 5-50 ekor/meter persegi. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan/ipukan antara 3-4 minggu, pada saat benih ikan berukuran 3-5 cm.
c) Kolam pembesaran
Kolam pembesaran berfungsi sebagai tempat untuk memelihara dan membesarkan benih selepas dari kolam pendederan. Adakalanya dalam pemeliharaan ini diperlukan beberapa kolam pembesaran, yaitu:
c.1. Kolam pembesaran tahap I berfungsi untuk memelihara benih ikan selepas dari kolam pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah dengan luas maksimum 250-500 meter persegi/kolam. Pembesaran tahap I ini tidak dianjurkan memakai kolam semen, sebab benih ukuran ini memerlukan ruang yang luas. Setelah benih menjadi gelondongan kecil maka benih memasuki pembesaran tahap kedua atau langsung dijual kepada pera petani.
c.2. Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk memelihara benih gelondongan besar. Kolam dapat berupa kolam tanah atau sawah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan mata jaring 1,25–1,5 cm. Jumlah penebaran pembesaran tahap II sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.
c.3. Pembesaran tahap III berfungsi untuk membesarkan benih. Diperlukan kolam tanah antara 80-100 cm dengan luas 500-2.000 meter persegi.
d) Kolam/tempat pemberokan
Pembesaran ikan nila dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa Hapa berukuran 1x2m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam. Selain itu sawah yang sedang diberokan dapat dipergunakan pula untuk pemijahan dan pemeliharaan benih ikan nila. Sebelum digunakan petak sawah diperdalam dahulu agar dapat menampung air sedalam 50-60 cm, dibuat parit selebar 1-
1,5 m dengan kedalaman 60-75 cm.
2) Peralatan
Alat-alat yang biasa digunakan dalam usaha pembenihan ikan nila diantaranya adalah: jala, waring (anco), hapa (kotak dari jaring/kelambu untuk menampung sementara induk maupun benih), seser, ember-ember, baskom berbagai ukuran, timbangan skala kecil (gram) dan besar =
cangkul, arit, pisau serta piring secchi (secchi disc) untuk mengukur kadar kekeruhan.
Sedangkan peralatan lain yang digunakan untuk memanen/menangkap ikan nila antara lain adalah warring/scoopnet yang halus, ayakan panglembangan diameter 100 cm, ayakan penandean diameter 5 cm, tempat menyimpan ikan, keramba kemplung, keramba kupyak, fish bus (untuk mengangkut ikan jarak dekat), kekaban (untuk tempat penempelan telur yang bersifat
melekat), hapa dari kain tricote (untuk penetasan telur secara terkontrol) atau kadang-kadang untuk penangkapan benih, ayakan penyabetan dari alumunium/bambu, oblok/delok (untuk pengangkut benih), sirib (untuk menangkap benih ukuran 10 cm keatas), anco/hanco (untuk menangkap ikan), lambit dari jaring nilon (untuk menangkap ikan konsumsi), scoopnet (untuk menangkap benih ikan yang berumur satu minggu keatas), seser (gunanya= scoopnet, tetapi ukurannya lebih besar), jaring berbentuk segiempat (untuk menangkap induk ikan atau ikan konsumsi).
3) Persiapan Media
Yang dimaksud dengan persiapan adalah melakukan penyiapan media untuk pemeliharaan ikan, terutama mengenai pengeringan, pemupukan dlsb. Dalam menyiapkan media pemeliharaan ini, yang perlu dilakukan adalah pengeringan kolam selama beberapa hari, lalu dilakukan pengapuran untuk memberantas hama dan ikan-ikan liar sebanyak 25-200 gram/meter persegi,
diberi pemupukan berupa pupuk buatan, yaitu urea dan TSP masing-masing dengan dosis 50-700 gram/meter persegi, bisa juga ditambahkan pupuk buatan yang berupa urea dan TSP masing-masing dengan dosis 15 gram dan 10 gram/meter persegi.
2. Pembibitan
1) Pemilihan Bibit dan Induk
Ciri-ciri induk bibit nila yang unggul adalah sebagai berikut:
a. Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang tinggi.
b. Pertumbuhannya sangat cepat.
c. Sangat responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.
d. Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
e. Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
f. Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih per ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan.
Adapun ciri-ciri untuk membedakan induk jantan dan induk betina adalah
sebagai berikut:
a) Betina
1. Terdapat 3 buah lubang pada urogenetial yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine.
2. Ujung sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas.
3. Warna perut lebih putih.
4. Warna dagu putih.
5. Jika perut distriping tidak mengeluarkan cairan.
b) Jantan
1. Pada alat urogenetial terdapat 2 buah lubang yaitu: anus dan lubang
sperma merangkap lubang urine.
2. Ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas.
3. Warna perut lebih gelap/kehitam-hitaman.
4. Warna dagu kehitam-hitaman dan kemerah-merahan.
5. Jika perut distriping mengeluarkan cairan.
Ikan nila sangat mudah kawin silang dan bertelur secara liar. Akibatnya, kepadatan kolam meningkat. Disamping itu, ikan nila yang sedang beranak lambat pertumbuhan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama agar dicapai ukuran untuk dikonsumsi yang diharapkan.
Untuk mengatasi kekurangan ikan nila di atas, maka dikembang metode kultur tunggal kelamin (monoseks). Dalam metode ini benih jantan saja yang dipelihara karena ikan nila jantan yang tumbuh lebih cepat dan ikan nila betina. Ada empat cara untuk memproduksi benih ikan nila jantan yaitu:
a) Secara manual (dipilih)
b) Sistem hibridisasi antarjenis tertentu
c) Merangsang perubahan seks dengan hormon
d) Teknik penggunaan hormon seks jantan ada dua cara.
1. Perendaman
2. Perlakuan hormon melalui pakan
2) Pembenihan dan Pemeliharaan Benih
Pada usaha pembenihan, kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Memelihara dan memijahkan induk ikan untuk menghasilkan burayak (anak ikan).
b) Memelihara burayak (mendeder) untuk menghasilkan benih ikan yang lebih besar.
Usaha pembenihan biasanya menghasilkan benih yang berbeda-beda ukurannya. Hal ini berkaitan dengan lamanya pemeliharaan benih. Benih ikan nila yang baru lepas dan mulut induknya disebut "benih kebul". Benih yang berumur 2-3 minggu setelah menetas disebut benih kecil, yang disebut juga putihan (Jawa Barat). Ukurannya 3-5 cm. Selanjutnya benih kecil dipelihara di kolam lain atau di sawah. Setelah dipelihara selama 3-1 minggu akan dihasilkan benih berukuran 6 cm dengan berat 8-10 gram/ekor. Benih ini disebut gelondongan kecil. Benih nila merah. Berumur 2-3 minggu, ukurannya ± 5 cm. Gelondongan kecil dipelihara di tempat lain lagi selama 1- 1,5 bulan. Pada umur ini panjang benih telah mencapai 10-12 cm dengan
berat 15-20 gram. Benih ini disebut gelondongan besar.
3. Pemeliharaan Pembesaran
Dua minggu sebelum dan dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai teriadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya. Untuk mi dipergunakan kapur tohor sebanyak 100-300 kg/ha (bila dipakai kapur panas, Ca 0). Kalau dipakai kapur pertanian dosisnya 500-1.000 kg/ha. Pupuk kandang ditabur dan diaduk dengan tanah dasar kolam. Dapat juga pupuk kandang dionggokkan di depan pintu air pemasukan agar bila diairi dapat tersebar merata. Dosis pupuk kandang 1-2 ton/ha. Setelah semuanya siap, kolam diairi. Mula-mula sedalam 5-10 cm dan dibiarkan 2-3 hari agar teriadi mineralisasi tanah dasar kolam.Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80- 100 cm. Kini kolam siap untuk ditebari induk ikan.
1) Pemupukan
Pemupukan dengan jenis pupuk organik, anorganik (Urea dan TSP), serta kapur. Cara pemupukan dan dosis yang diterapkan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh dinas perikanan daerah setempat, sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah.
Beberapa hari sebelum penebaran benih ikan, kolam harus dipersiapka dahulu. Pematang dan pintu air kolam diperbaiki, kemudian dasar kolam dicangkul dan diratakan.
Setelah itu, dasar kolam ditaburi kapur sebanyak 100-150 kg/ha. Pengapuran berfungsi untuk menaikkan nilai pH kolam menjadi 7,0-8,0 dan juga dapat mencegah serangan penyakit. Selanjutnya kolam diberi pupuk organik sebanyak 300-1.000 kg/ha. Pupuk Urea dan TSP juga diberikan sebanyak 50 kg/ha. Urea dan TSP diberikan dengan dicampur terlebih dahulu dan ditebarkan merata di dasar kolam. Selesai pemupukan kalam diairi sedalam 10 cm dan dibiarkan 3-4 hari agar terjadi reaksi antara berbagai macam pupuk dan kapur dengan tanah. Hana kelima air kolam ditambah sampai menjadi sedalam 50 cm. Setelah sehari semalam, air kolam tersebut ditebari benih ikan. Pada saat itu fitoplankton mulai tumbuh yang ditandai dengan perubahan warna air kolam menjadi kuning kehijauan. Di dasar kolam juga mulai banyak terdapat organism.
Renik yang berupa kutu air, jentik-jentik serangga, cacing, anak-anak siput dan sebagainya. Selama pemeliharaan ikan, air kolam diatur sedalam 75-100 cm. Pemupukan susulan harus dilakukan 2 minggu sekali, yaitu pada saat makanan alami sudah mulai habis. Pupuk susulan ini menggunakan pupuk organik sebanyak 500 kglha. Pupuk itu dibagi menjadi empat dan masing-masing dimasukkan ke dalam keranjang bambu. Kemudian keranjang diletakkan di dasar kolam, dua bush di kin dan dua buah di sisi kanan aliran air masuk. Sedangkan yang dua keranjang lagi diletakkan di sudut-sudut kolam. Urea dan TSP masing-masing sebanyak 30 kg/ha diletakkan di dalam kantong plastik yang diberi lubang-lubang kecil agar pupuk sedikit demi sedikit. Kantong pupuk tersebut digantungkan sebatang bambu yang dipancangkan di dasar kolam. Posisi ng terendam tetapi tidak sampai ke dasar kolam. Selain pukan ulang. ikan nila juga harus tetap diberi dedak dan katul. pemupukan di atas dapat dilakukan untuk kolam air tawar, payau atau
sawah yang diberakan.
2) Pemberian Pakan
Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%.
Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang duris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa per han. Agar diketahui berat bio massa maka diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya.
Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misal, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa 220 x 90 = 19.800 g. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram = 594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau han tersebut sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam.
3) Pemeliharaan Kolam/Tambak
Sistem dan intensitas pemeliharaan ikan nila tergantung pada tempat pemeliharaan dan input yang tersedia.Target produksi harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Biasanya konsumen menghendaki jumlah dan ukuran ikan yang berbeda-beda. Intensitas usaha dibagi dalam tiga tingkat, yaitu :
a) Sistem ekstenslf (teknologi sederhana)
- Sistem ekstensif merupakan sistem pemeliharaan ikan yang belum berkembang. Input produksinya sangat sederhana. Biasanya dilakukan di kolam air tawar. Dapat pula dilakukan di sawah. Pengairan tergantung kepada musim hujan. Kolam yang digunakan biasanya kolam pekarangan yang sempit. Hasil ikannya hanya untuk konsumsi keluarga sendiri. Sistem pemeliharaannya secara polikultur. Sistem ini telah dipopulerkan di wilayah desa miskin.
- Pemupukan tidak diterapkan secara khusus. Ikan diberi pakan berupa bahan makanan yang terbuang, seperti sisa-sisa dapur limbah pertanian (dedak, bungkil kelapa dll.).
- Perkiraan pemanenan tidak tentu. Ikan yang sudah agak besar dapat dipanen sewaktu-waktu. Hasil pemeliharaan sistem ekstensif sebenar cukup lumayan, karena pemanenannya bertahap. Untuk kolam herukuran 2 x 1 x 1 m ditebarkan benih ikan nila sebanyak 20 ruang berukuran 30 ekor. Setelah 2 bulan diambil 10 ekor, dipelihara 3 bulan kemudian beranak, demikian seterus. Total produksi sistem ini dapat mencapai 1.000 kg/ha/tahun 2 bln. Penggantian air kolam menggunakan air sumur. Penggantian dilakukan seminggu sekali.
b) Sistem semi-Intensif (teknologi madya)
- Pemeliharaan semi-intensif dapat dilakukan di kolam, di tambak, di sawah, dan di jaring apung. Pemeliharaan ini biasanya digunakan untuk pendederan. Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan dan pemberian pakan tambahan yang teratur.
- Prasarana berupa saluran irigasi cukup baik sehingga kolam dapat berproduksi 2-3 kali per tahun. Selain itu, penggantian air juga dapat dilakukan secara rutin. Pemeliharaan ikan di sawah hanya membutuhkan waktu 2-2,5 bulan karena bersamaan dengan tanaman padi atau sebagai penyelang.
- Budi daya ikan nila secara semi-intensif di kolam dapat dilakukan secara monokultur maupun secara polikultur. Pada monokultur sebaiknya dipakai sistem tunggal kelamin. Hal mi karena nila jantan lebih cepat tumbuh dan ikan nila betina.
- Sistem semi-intensif juga dapat dilakukan secara terpadu (intergrated), artinya kolam ikan dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan industri rumah tangga. Misal usaha ternak kambing, itik dan sebagainya. Kandang dibuat di atas kolam agar kotoran ternak menjadi
pupuk untuk kolam.
- Usaha tani kangkung, genjer dan sayuran lainnya juga dapat dipelihara bersama ikan nila. Limbah sayuran menjadi pupuk dan pakan tambahan bagi ikan. Sedangkan lumpur yang kotor dan kolam ikan dapat menjadi pupuk bagi kebun sayuran.
- Usaha huler/penggilingan padi mempunyai hasil sampingan berupa dedak dan katul. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun kolam ikan di dekat penggilingan tersebut.
- Hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan sistem integrated dapat menghasilkan ikan sampai 5 ton atau lebih per 1 ha/tahun.
c) Sistem intensif (teknologi maju)
- Sistem pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan ikan paling modern. Produksi ikan tinggi sampai sangat tinggi disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
- Pemeliharaan dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dan pengairan yang baik. Pergantian air dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20% atau bahkan lebih.
- Pada usaha intensif, benih ikan nita yang dipelihara harus tunggal dain
jantan saja. Pakan yang diberikan juga harus bermutu.
- Ransum hariannya 3% dan berat biomassa ikan per hari. Makanan sebaiknya berupa pelet yang berkadar protein 25-26%, lemak 6-8%. Pemberian pakan sebaiknya dilakukan oleh teknisinya sendiri dapat diamati nafsu makan ikan-ikan itu. Pakan yang diberikan knya habis dalam waktu 5
menit. Jika pakan tidak habis dalam waktu 5 menit berarti ikan mendapat gangguan. Gangguan itu berupa serangan penyakit, perubahan kualitas air, udara panas, terlalu sering diberi pakan.
4. Sistem Pemeliharaan Jala Terapung
Pemeliharaan Nila Merah secara intensif mulai dilakukan terhadap tahapan fingerling (benih gelondongan) yaitu benih yang diperoleh setelah pemeliharaan selama 1 - 1,5 bulan. Benih nila merah untuk tujuan produksi fingerling biasanya mempunyai berat 25 gram per ekor. Selama masa pemeliharaan tersebut diberikan makanan tambahan dalam bentuk pellet. Standar nutrisi pakan tambahan antara lain megandung protein minimal 25 %, lemak 4 - 8 %, serat kasar 10 - 13 %, dan kadar air 13 - 14 %. Pemberian makanan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore secara tepat waktu untuk membiasakan ikan Nila Merah berkumpul pada saat-saat pemberian pakan. Jumlah pakan ditentukan sebanyak 3 % dari biomass yang penentuan secara tepat dilakukan dengan pengukuran berat setiap 2 minggu secara random sampling. Untuk memperoleh tingkat pertumbuhan yang optimal, padat penebaran di kolam luas adalah 15.000 - 20.000 ekor per 1.000 meter persegi atau 15 - 20 ekor per meter persegi. Pemeliharaan benih untuk menghasilkan kategori fingerling bisa dilakukan di kolam terbuka (luas) dan kolam tertutup (sempit, missal bak semen).
Karakter pertumbuhan penting selama masa pemeliharaan benih fingerling adalah pertambahan berat dan pertambahan panjang. Grafik pertambahan berat badan berbentuk sigmoid (cekung ke atas). Ditandai oleh laju pertambahan berat yang lambat terutama pada saat awal pemeliharaan sampai mencapai ukuran fingerling (2 bulan). Seterusnya sampai umur 4 - 5 bulan ikan Nila Merah memperlihatkan laju pertambahan berat yang cukup tinggi. Grafik pertambahan panjang berbentuk kurva terbalik (cekung ke bawah), yaitu kecepatan pertumbuhan panjang berbanding terbalik dengan pertambahan umur. Pada awal usia lebih cepat tumbuh memanjang yang semakin berkurang kecepatannya semakin tua usia.
Pembesaran ikan Nila Merah yaitu selepas masa fingerling sampai ukuran konsumsi bisa dilakukan pada bberapa lokasi tempat yaitu :
1. Di kolam berair tenang dengan luasan minimal 100 m2 dan kedalaman 1 m, debit air minimal 2 liter per detik untuk kolam seluas 100 m2.
2. Di kolam berair deras, dengan debit air 20 liter per detik.
3. di karamba, yaitu dalam kurungan kotak persegi terbuat dari bilah bambu, biasanya
dilakukan memanfaatkan sungai, waduk, danau maupun bendungan.
4. Di tambak, terutama pada musim penghujan dimana tambak banyak tidak
dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan air laut dengan pertimbangan rendahnya tingkat
salinitas akibat hujan yang melimpah. Padat penebaran 15 ekor per m2.
5. Di jala apung, memanfaatkan danau dan waduk. Padat penebaran ikan Nila Merah
berukuran 25 - 30 gram 50 - 100 ekor per 1 m3. Luas ideal jala apung adalah 5 x 5 x 2 m yang dapat menampung 2.500 - 5.000 ekor. Pemeliharaan di jala apung
bersifat intensif untuk tingkat pertambahan yang tinggi (berat 500 gram per ekor
dalam waktu pemeliharaan 4 - 5 bulan). Untuk itu frekuensi pemberian pakan
dilakukan sebanyak 4 - 5 kali sehari sejumlah 3 % dari biomass ikan. Jumlah
pemberian pakan disesuaikan dengan pola pertumbuhan ikan setiap 15 hari.
2. Di kolam berair deras, dengan debit air 20 liter per detik.
3. di karamba, yaitu dalam kurungan kotak persegi terbuat dari bilah bambu, biasanya
dilakukan memanfaatkan sungai, waduk, danau maupun bendungan.
4. Di tambak, terutama pada musim penghujan dimana tambak banyak tidak
dimanfaatkan untuk pemeliharaan ikan air laut dengan pertimbangan rendahnya tingkat
salinitas akibat hujan yang melimpah. Padat penebaran 15 ekor per m2.
5. Di jala apung, memanfaatkan danau dan waduk. Padat penebaran ikan Nila Merah
berukuran 25 - 30 gram 50 - 100 ekor per 1 m3. Luas ideal jala apung adalah 5 x 5 x 2 m yang dapat menampung 2.500 - 5.000 ekor. Pemeliharaan di jala apung
bersifat intensif untuk tingkat pertambahan yang tinggi (berat 500 gram per ekor
dalam waktu pemeliharaan 4 - 5 bulan). Untuk itu frekuensi pemberian pakan
dilakukan sebanyak 4 - 5 kali sehari sejumlah 3 % dari biomass ikan. Jumlah
pemberian pakan disesuaikan dengan pola pertumbuhan ikan setiap 15 hari.
F. HAMA DAN PENYAKIT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar