KURIKULUM ALEXANDER
Pengertian Kurikulum
Istilah Kurikulum pertama kali digunakan pada dunia olahraga pada zaman yunani kuno yang berasal dari kata curir dan curere, pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak tempuh yang dipakai yang harus ditempuh oleh seorang pelari, orang zaman dulu mengistilahkannya dengan tempat berpacu a tau berlari, mulai dari strat hingga finish, sedang dalam bahasa latin kurikulum berasal sari kata “track” yang berarti jalur pacu .
Selanjutnya istilah kurikulum kemudian digunakan dalam dunia pendidikan, para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda mengenai arti dari kurikulum itu sendiri, namun demikian dalam penafsiran yang berbeda tersebut tetap ada kesamaan, kesamaan tersebut adalah bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha menegmbangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, Ada juga yang berpendapat bahwa kurikulum mulai dikenal sebagai salah satu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau, perkataan ini belum terdapat dalam kasus Webster tahun 1812 dan baru timbul pertama kali dalam kamus tahun 1856 . Dalam system pendidikan nasional, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman pnyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, (Pasal 1 butir 19 UU No.20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional) .
Menurut grayson Kurikulum adalah Suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out comes) yang diharapkan dari suatu pekerjaan, perencanaan tersebut harus disusun secara terstruktur Biasanya Istilah kurikulum juga dipergunakan dalam beberapa cara membentuk progama bahan pelajaran bagi keseluruhan daur pendidikan atau keseluruhan progan dari berbagai pokok bahasan untuk keseluruhan daur pendidikan(Ochs 1974) , pada akhir akhir ini arti istilah kurikulum telah diperluas yang mencakup berbagai rencana kegiatan anak didik yang terperinci, macam macam bahan pendidikan, saran saran strategi belajar, pengaturan progam progam agar dapat diterapkan dan sebagainya .
Sedangkan menurut murray print (1993) yang mengungkapkan bahwa kurikulum meliputi :
a. Planed learning experience
b. Offered within and educational institution/ progam
c. Represented as a document
d. Includes experiences resulting from implementing that document.
Print memandang bahwa sebuah kurikulum meliputi perencanaa pengalaman belajar, progam sebuah lembaga pendidkan yang diwujudkan dalam sebuah dokumen serta hasil dari implementasi dokumen yang telah disusun.
Peran dan Fungsi Kurikulum
fungsi kurikulum Alexander Inglis (dala hamalik, 1990) mengemukakan enam fungsi kurikulum untuk siswa :
a. Fungsi penyesuaian yang dimasksud adalah bahwa kurikulum harus mengantar siswa agar mampu menyesuaiakan diri dalam kehidupan social bermasyarakat, hal ini dikarenakan maysrakat tidak bersifat statis dan terus berubah sesuai d engan perkembangan zaman.
b. Fungsi intregasi yang dimaksud adalah bahwa kurikulum harus dapat mengembangkan pribadi siwa secara utuh.
c. Fungsi diferensiasi yang dimaksud adalah bahwa kurikulum harus mampu menampung siswa dengan segala keunikannya, hal ini dikarenakan siswa adalah organism yang unik yang memiliki perbedaan perbedaan, baik minat dan bakat, maupun perbedaan kemampuan.
d. Fungsi persiapan bahwa kurikulum harus memberikan persiapan kepada siswa baik untuk kehidupan bermasyarakat atau jenjang study yang lebih tinggi, kurikulum harus membekali para siswa berbagai pengetahuan.
e. Fungsi pemilihan dimaksudkan agar kurikulum dapat memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk belajar sesuai dengan bakat dan minatnya.
f. Fungsi diagnostic adalah fungsi untuk mengenal dan mengetahui kemampuan siswa .
Sebagai salah satu komponen penting dalam pendidikan setidaknya kurikulum mempunyai tiga peran penting, yakni peran konservatif, peran kreatif, serta peran kritis dan evaluative.
Peran Konnserfativ
Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai nilai dan budaya masyarakat kepada generasi muda, generasi muda perlu memahami dan menyadari norma norma dan pandangan hidup masyarakatnya, peran konservatif dari kurikulum adalah melestarikan berbagai budaya masa lalu, sebagai akibat dari era modern yang cenderung menggrogoti bahkan menolak budaya masa lalu, melalu peran konservatifnya ini kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai nilai luhur masyarakat, sehingga identitas akan dapat terjaga dengan baik.
Peran Kreatif
Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal hal baru sesuai dengan tuntutan zaman, sebab pada kenyataannya masyarakat tidak bersifat statis akan tetapi selalu dinamis sesuai dengan perubahan yang ada disekitar mereka, dalam rangka inilah kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah, dalam peran kreatifnya ini kurikulum harus mengandung hal hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya agar agar dapat berperan aktif dalam kehidupan social bermasyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis, jika kurikulum tidak berperan kreatif maka pendidikan selamanya akan tertinggal yang berarti apa yang diberikan sekolah pada akhirnya akan kurang bermakna karena tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntunan social masyarakat.
Peran Kritis Evaluatif
Dalam peran ini kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai nilai dan budaya mana yang harus dimiliki oleh anak didik, dalam rangka ini kurikulum harus berperan kritis dan evaluative, dalam rangka inilah kurikulum harus berperan menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap dianggap bermanfaat bagi anak didik.
Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran tersebut kurikulum harus berjalan seimbang agar tercipta bentuk kurikulum yang sesuai dan tetap menjaga keseimbangan .
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum tingkat satuan pendidikan (ktsp) merupakan kurikulum terbaru di Indonesia yang disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para pengembang kurikulum di tingkat satiuan pendidikan, KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada ,pencapaian kompetensi oleh sebab itu kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum berbasis kompetensni tahun 2004.
Ada beberapa karakteristik dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan:
a. Kurikulum ini berorientasi pada disiplin ilmu pengetahuan,
b. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu
c. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah .
Landasan Pengembangan Kurikulum
KURIKULUM DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
- 1. Pengembangan Kurikulum
No | Aspek | Saylor & Alexander | Ausbrey Haan | Hilda Taba |
1. | Sosiologi | Contenporary | The variety background of children | - The analysis society - The analysis of culture - Current conception of the funtions of the school |
No | Aspek | Saylor & Alexander | Ausbrey Haan | Hilda Taba |
2. | Filosofis | An Expression of values | Methods & values of e free society | - |
3. | Psikologis | Child as a learner | - Dynamic of children’s learning - Theory of individual growth - Complex factor that | Psycology of learning - Learning theories - The concept of development - The transfers of learning |
4. | Contribute to children’s personality growth. | - Social and culture learning - The extension of learning | ||
5. | “Scientific” | - | - The nature of knowledge - The content of the disciplines |
Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni :
(i). Kurikulum sebagai program pelajaran,
(ii). Kurikulum sebagai isi pelajaran,
(iii). Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan,
(vi). Kurikulum, sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah, dan
(v). kurikulum sebagai suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan
Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan, berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari
(i). Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah,
(ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran,
(iii). Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran,
(vi Kurikulum sebagai basil belajar, dan
(v). kurikulum sebag pengelaman belajar.
- Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahai bersama, kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para pendidik profesional juga memandang curriculum as the relatively standardize grown coveret by students in their rece toward the finish line (diploma)” (Zais, 1976 : 6 ).
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk meraih ijazah.
- Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa kurikulumnya ? seringkali dijawab bahwa kurikulum adalah PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang masili sering terbaca ataupun terdengar. Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan apabila ada orang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
- Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988 : 1), mengemukakan : “The curriculum is generally difined as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming process under the direction and guidance of a school, college or university and its members. “Defenisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan. Kurikulum sebagai sam rencana kegiatan pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih bersifat umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.
- Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan Baker mendefiniskan kurikulum sebagai ‘All planner leaming out comes for whkh the scholl is responsible” Tanner & Tanner, 1980 : 24). Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua rencana hasit belajar (Kamig out comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini mengubah pandangan penanggung jawals sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner & Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah (atau universitas) agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil belajar mempakan serangkaian hasil belajar yang diharapkan. Namun demikian bukan berarti dalam kurikulum tidak diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil-hasil belajar yang diharapkan.
- Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay mengamati bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum dideferusikan sebagai “semua pengalaman seorang siswa yang diberikan dibawah bimtbingan sekolah” (Tanner & Tanner, 1980: 14) sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 :
menunjukkan kurikulum sebagai “All the means employed by the school to provide students with opportunities for desirable leaming experiences“. Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita bahwa semua yang bemaksud dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah kurikulum. Berdasarkan defenisi kurikulum, belajar tersebut dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan sesuatu.
Kelima konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum sehagai jalan meraih ijazah, (ii). Kunkulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana kegiatan belajar, (iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum sebagai penglaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya. Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan acuannya. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : ” kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan” serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar ” (Depdikbud, 1989: 3), sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: ” kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing satuan pendidikan ” (Depdikbud, 1989 : 15). Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang cukup lengkap dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus dikembangkan.
Landasan Pengembangan Karikalum
- Landasan Filosofis.
- landsaan Sosial- Budaya – Agama.
- Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
- Landasan perkembangan masyarakat.
Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.
Komponen kurikulum
- Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik” tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia. Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju” kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut mempakan hirarki nujuan kurikulum Indonesia.
Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat seperti terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan | Dokumen | Penanggung Jawab |
Tujuan Pendidikan | UU SPN & GBHN | Menteri Dikbud |
Tujuan Kelembagaan | Kurikulum Tiap Lembaga | Kepala Sekolah |
Tujuan Kurikuler | GBBP | Guru Mata Pelajaran / Bidang Studi / Kelas |
Tujuan Pengajaran | GBPP & Rancangan Pembelajaran | Guru Mata Pelajaran |
tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan zaman.
Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
- Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : Selecting the content, with accompanying leaming experiences, in one of the two central derision in currkulum making, and there fore rational method of going about it is a matter of great concert “
- Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
Daftar Pustaka
- Hamalik Oemar, Manajemen pengembangan Kurikulum,
Bandung : PT.Remaja Rosda Karya, 2006.
- http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/23/landasan-pengembangan-kurikulum/
- Lewy Arieh, Merencanakan Kurikulum Sekolah, Jakarta :Bhatara Karya Aksara, 1983.
- Nasution, Asas Asas Kurikulum, Bandung : jemmars, 1990.
- …………, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Bumi Aksara, 1989.
- Sanjaya Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Perdana, Jakarta :Media Group, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar